Islam agama damai

Waktu itu Umar bin Khathab belum masuk Islam. Ia marah dan hendak membuat perhitungan dengan Nabi Muhammad SAW.


Di tengah jalan diberitahu sahabatnya, adiknya sendiri pun sudah masuk Islam. Marahnya lebih meluap. Tetapi, di depan pintu rumah adiknya, ia dengar suara alunan ayat-ayat Alquran Surah Thaha.
Sapaan halus menyergap. Lemas tubuhnya. Hilang kemarahannya. Luluh kekerasan hatinya. Itulah Umar. Sosok paling galak di kalangan kuffar Quraisy Mekah ini tersapa oleh Alquran, berubah drastis.
Mulanya kedamaian adalah persoalan di dalam diri setiap orang. Orang yang belum berdamai dengan dirinya akan serba marah seperti Umar bin Khathab sebelum kemuslimannya.

Wajar jika kita diajarkan berlatih untuk berdamai dengan diri sendiri. Ihtisab selama Ramadan adalah salah satunya.
Di situ kita dibimbing untuk mawas diri dan mengambil pelajaran dari pergumulan hidup selama 11 bulan yang lewat. Metodenya bisa kita perkaya dengan zikir, munajat, i’tikaf, tadarus Alquran, dan sebagainya.

Lebih jauh dari itu adalah kedamaian dengan orang-orang sekitar. Di situ terlihat kedamaian dalam tiga tataran: selesainya masalah konflik di jangka pendek, pulihnya hubungan di jangka menengah, dan relasi sosial yang adil di jangka panjang.
Selesainya masalah konflik bisa ditempuh dengan mudzakarah, musyawarah, ishlah, tahkim, dan qadla’. Mudzakarah adalah pengkajian masalah bersama-sama untuk membangun kesepahaman. Jika belum menyelesaikan masalah, dilanjutkan ke musyawarah; yaitu pertemuan yang diikuti oleh wakil-wakil pihak yang berkompeten untuk mencari kesepakatan terbaik dan terjangkau.

Ketika masalah berkembang lebih serius, maka ishlah menjadi pilihan berikutnya. Kehadiran pihak ketiga diperlukan; yaitu yang terampil melancarkan perundingan dan paham pokok masalah. Pihak ketiga itu adalah penengah yang cakap, berkepribadian baik, diterima pihak-pihak, dan fokus kepada tercapainya perdamaian. Jalan menuju ishlah tergantung keseriusan masalah.

Mudzakarah, musyawarah, dan ishlah menempatkan pihak-pihak yang bermasalah sebagai penyelesai masalah mereka sendiri. Di tataran ini pemberdayaan pihak-pihak yang sedang terlibat konflik dibutuhkan agar mereka mampu berproses dengan baik dan terhindar dari ketidakadilan.

Pengalaman menunjukkan bahwa sebagian warga masyarakat khawatir kalah dalam perundingan. Mereka takut menjadi korban kezaliman. Untuk itu bisa ditempuh cara berikutnya, yaitu tahkim. Masing-masing pihak menunjuk kuasa hukum (hakam) yang bertindak untuk dan atas nama klien masing-masing dalam memecahkan masalah.
Dan inipun kadang tidak terjangkau oleh kebanyakan warga, karena sedikit orang yang berkapasitas sebagai hakam bersedia bekerja secara sukarela. Yang bersedia tidak memiliki waktu.

Untuk itulah negara wajib melindungi rakyatnya dengan qadla’, yaitu keputusan hakim atau pejabat publik yang berwenang terkait masalah yang sedang atau potensial dipertikaian. Negara berkewajiban dan berwenang menjamin keamanan, kesejahteraan dan keadilan untuk rakyatnya.

Cara-cara di atas bisa dipelajari dalam kitab-kitab fikih. Jika menggunakan acuan karya Profesor Wahbah az-Zuhailiy berjudul Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh atau fikih (yurisprudensi) Islam dan dalil-dalilnya, maka mulai juz ke-8, bisa kita dapatkan pembahasan panjang lebar tentang itu.
Islam agama damai perlu diwujudkan. Salah satunya melalui pemberdayaan Muslimin mengenai teknik-teknik yang disarankan oleh khazanah Islam di atas.
- Oleh : Dian Nafi’ Pengasuh Ponpes Almuayyad Windan, Makamhaji, Kartasura

Comments

Popular posts from this blog

Pelajar Sragen pesta seks digrebeg warga

Tukang Pijat Bunuh Kopassus karena Kesal

Sat-81 Gultor siap buru Noordin M